Perzinahan dan Berbagai Persoalan Perkawinan dalam Tradisi Masyarakat Toraja: Catatan Belanda 1947 (3)
Ilustrasi |
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM - Perzinahan dan Berbagai Persoalan Perkawinan dalam Tradisi Masyarakat Toraja: Catatan Belanda 1947 (3).
Kesimpulan Mengenai Perkawinan dan Perceraian:
Sementara diatas diberikan gambaran mengenai adat lama yang beberapa generasi yang lalu dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat; namun sudah sejak bertahun-tahun peraturan-peraturan adat ini, hanya tetap dijalankan oleh kalangan atas.
Penyebabnya dapat dilacak pada pengaruh berbagaii perang yang berlangsung hingga 1906 yang menggoyahkan adat ini. Pada dasarnya "perkawinan- perkawinan" dikalangan yang kurang terpandang, tidak lain dari kehidupan bersama yang disahkan oleh anggota keluarga kedua belah pihak.
Seorang pemuda masuk tinggal di rumah seorang perempuan, ikut bekerja di kebun dan sawah mertuanya, ikut menyumbang pada pesta-pesta kematian dari keluarga mertuanya, dan sebaginya. Anak-anaknya dianggap sah dan semua hukum mengenai kepemilikan dari suatu perkawinan mulai berlaku.
"Perkawinan" dengan cara ini menjadi begitu mudah, namun begitu juga "Perceraiannya". Tidak ada data statistik mengenai hal ini, tetapi dengan mudah di hampir semua kampung- kampung orang dapat mendapatkan informasi mengenai laki- laki muda dibawah 30 tahun, yang ternyata sudah "menikah" beberapa kali. Anak-anak lah yang menjadi korban dari semua ini.
Gejala ini memiliki pengaruh yang sangat negatif terhadap moral orang Toraja. Cinta bebas merupakan hal yang dianggap wajar. Sementara sejak adanya garnisun tentara di Rantepao, penyakit kelamin mulai menyebar (apakah sebelumnya juga sudah ada, tidak saya ketahui) dan pada jaman Jepang hal ini semakin parah karena perempuan-perempuan Toraja (dan ini bukannya bertentangan dengan kemauan mereka) tersebar keseluruhan Sulawesi Selatan untuk menjalankan profesi tertua di dunia yang terkenal itu. Mereka ini kembali dengan membawa penyakitnya.
Menurut dr. J.J.J. Goslinga sekarang ini di Toraja diperkirakan ada 10.000 penderita penyakit kelamin, pada hal hanya beberapa ratus yang ditangani secara medis. Langkah-langkah apa yang telah diambil terhadap immoralitas/dekadensi serta ancaman penyakit ini, dibahas dibagian yang lain (lihat di Perkawinan dan Perceraian diantara orang Kristen hal Kesehatan Masyarakat hal....).
Adopsi: (dikutip dari Nobele, dengan sedikit penambahan)
Adopsi pada umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu : di ana dan massaka.
Pada di ana, maka seorang anak atau seorang dewasa, keluarga ataupun tidak, diadopsi untuk selamanya dengan tujuan untuk melindungi yang diadopsi atau ayahnya agar memberi kepastian, bahwa jika ia meninggal maka akan ada kerbau-kerbau yang dipotong bagi dirinya.
Seseorang yang diangkat dengan cara ini (di ala ana') mendapat hak yang sama dengan anak kandung, dan hak itu tetap dia miliki sekalipun ia kembali kepada orang tua kandungnya.
Jika anak tersebut dikemudian hari ingin menikah, maka ia perlu persetujuan dari orang tua angkatnya, maupun orang tua kandungnya. Perkawinan dengan saudara tiri dilarang, sekalipun ia telah kembali ke orang tua kandungnya. Jika orang tua angkatnya bercerai, maka kepada anak angkat tersebut diserahkan sepenuhnya hak memilih, orang tua mana yang ingin dia ikuti. Jika ia masih keluarga dari salah satunya; maka biasanya ia mengikuti yang keluarganya tsb.
Formalitas dalam pengangkatan di ana berupa pengorbanan babi atau kerbau kepada Dewata dimana sebagian dari kurban itu dibagikan kepada toparenge.
Pesta pengurbanan ini dihadiri oleh sejumlah besar atau kecil kepala-kepala kampung dan penduduk, bergantung kepada orang tua angkatnya (to mainak), apakah kaya atau kurang kaya.
Pengangkatan di ana dapat berlangsung sebagai berikut:
a. Diku'ku (=dicukur)
Pada golongan budak akan dipotong seekor ayam dan pada golongan yang lebih tinggi dipotong satu ekor babi/lebih dan anak yang diadopsi dipercik dengan darah kurban. Ini hanya dilakukan pada anak-anak dibawah 6 tahun.
b. Di toding: dalam hal ini dipotong satu babi, dimana darahnya diusapkan pada dahi anak tersebut. Ini dilakukan pada anak yang berusia lebih dari 6 tahun.
c. Massura tallang : ini juga bagi yang bersusia lebih dari 6 tahun, namun yang dikurbankan lebih dari satu ekor babi.
d. Merauk adalah nama pesta, jika lebih banyak lagi babi, serta beberapa kerbau yang dipotong.
e. Jika pestanya masih lebih besar lagi dari pesta tersebut diatas, maka disebut: Mabua.
Jika seorang anak telah diadopsi melalui ku'ku, maka dikemudian hari ia masih bisa dipisahkan dengan perantaraan roh-roh yang lebih besar.