Perzinahan dan Berbagai Persoalan Perkawinan dalam Tradisi Masyarakat Toraja: Catatan Belanda 1947 (4)
Ilustrasi |
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM - Perzinahan dan Berbagai Persoalan Perkawinan dalam Tradisi Masyarakat Toraja: Catatan Belanda 1947 (4).
ADOPSI: (dikutip dari Nobele, dengan sedikit penambahan)
Adopsi pada umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu : di ana dan massaka.
Pada di ana, maka seorang anak atau seorang dewasa, keluarga ataupun tidak, diadopsi untuk selamanya dengan tujuan untuk melindungi yang diadopsi atau ayahnya agar memberi kepastian, bahwa jika ia meninggal maka akan ada kerbau-kerbau yang dipotong bagi dirinya.
Seseorang yang diangkat dengan cara ini (di ala ana') mendapat hak yang sama dengan anak kandung, dan hak itu tetap dia miliki sekalipun ia kembali kepada orang tua kandungnya.
Jika anak tersebut dikemudian hari ingin menikah, maka ia perlu persetujuan dari orang tua angkatnya, maupun orang tua kandungnya. Perkawinan dengan saudara tiri dilarang, sekalipun ia telah kembali ke orang tua kandungnya. Jika orang tua angkatnya bercerai, maka kepada anak angkat tersebut diserahkan sepenuhnya hak memilih, orang tua mana yang ingin dia ikuti. Jika ia masih keluarga dari salah satunya; maka biasanya ia mengikuti yang keluarganya tersebut.
Formalitas dalam pengangkatan di ana berupa pengorbanan babi atau kerbau kepada Dewata dimana sebagian dari kurban itu dibagikan kepada toparenge.
Pesta pengurbanan ini dihadiri oleh sejumlah besar atau kecil kepala-kepala kampung dan penduduk, bergantung kepada orang tua angkatnya (to mainak), apakah kaya atau kurang kaya.
Pengangkatan di ana dapat berlangsung sebagai berikut:
a. Diku'ku (=dicukur)
Pada golongan budak akan dipotong seekor ayam dan pada golongan yang lebih tinggi dipotong satu ekor babi/lebih dan anak yang diadopsi dipercik dengan darah kurban. Ini hanya dilakukan pada anak-anak dibawah 6 tahun.
b. Di toding: dalam hal ini dipotong satu babi, dimana darahnya diusapkan pada dahi anak tersebut. Ini dilakukan pada anak yang berusia lebih dari 6 tahun.
c. Massura tallang : ini juga bagi yang bersusia lebih dari 6 tahun, namun yang dikurbankan lebih dari satu ekor babi.
d. Merauk adalah nama pesta, jika lebih banyak lagi babi, serta beberapa kerbau yang dipotong.
e. Jika pestanya masih lebih besar lagi dari pesta tersebut diatas, maka disebut: Mabua.
Jika seorang anak telah diadopsi melalui ku'ku, maka dikemudian hari ia masih bisa dipisahkan dengan perantaraan roh-roh yang lebih besar.
Cara kedua dalam sistem adopsi yaitu Massaka, hanya ditujukan untuk anak-anak dan bertujuan, agar jika ia telah lanjut usianya kelak , maka akan ada yang penjamin, yang
mampu mengadakan upacara kematian yang mengurbankan kerbau bagi ketenagan jiwanya.
Seorang ana' passaka (anak piara) tidak mendapatkan hak seorang anak kandung, sehingga jika orang tua angkatnya meninggal, ia tidak dapat menuntut hak waris, kecuali jika ahli waris lainnya menyetujui.
Untuk melakukan adopsi, dalam kedua sistem tersebut diatas orangtuanya tidak harus tidak punya anak.
Orang tua yang kehilangan anaknya melalui kematian, atas inisiatif sendiri, seringkali menyerahkan anaknya yang masih hidup kepada anggota keluarga yang lain atau kenalan baiknya, karena kepercayaan bahwa jiwa anak tersebut akan dibebaskan dari kemarahan para Deata. Dalam kasus seperti ini, anak-anak tersebut secara teratur masih pergi pengunjungi orang tuanya.
Pengucilan/Pemutusan Hubungan:
Pengusiran (siletoi uwe) anak atau anggota keluarga, dimana semua ikatan darah diputuskan dan hak atas pembagian warisan menjadi hilang, dapat terjadi dalam hal-hal berikut:
1. Jika seorang anak atau anggota keluarga melangsungkan pernikahan bertentangan dengan keinginan orang tua atau para pemuka keluarga.
2. Jika seorang anak atau anggota keluarga terlalu gemar berjudi sehingga membahayakan asset keluarga.
Pelaksanaannya berlangsung demikian:
Sepotong rotan (uwe) dipegang oleh masing-masing pihak dengan satu tangan pada ujungnya, dimana kemudian, orang yang mengiginkan pengucilan menyatakannya sambil membelah-dua rotan tersebut.
Selain dihadiri oleh sebanyak mungkin anggota keluarga, maka
pada orang-orang terkemuka, harus dihadiri oleh 2 - 6 to parenge sebagai saksi; pada orang-orang dari tingkatan sosial yang kurang, tidak diperlukan saksi.
Pada kelompok yang pertama, yaitu pada orang terkemuka, pada pagi harinya dikurbankan seekor babi kepada para Deata, dimana sepotong jantung dan hati serta lemak, dan bagian atas dari salah satu kaki belakangnya dikurbankan kepada To Dolo ; pada siang hari dipotong seekor ayam karurung (berwarna coklat dengan kaki hitam) yang hanya dikurbankan bagi To Dolo.
Setelah ada pengucilan, masih ada kemungkinan berbaikan/berdamai. Dikembalikannya seseorang kepangkuan keluarga, berlangsung bersamaan dengan dipulihkannya hak warisnya.
Untuk itu yang dikucilkan wajib mohon pengampunan kepada para tua-tua yang berkumpul dan anggota keluarga lainnya dihadapan para saksi, yang dahulu bertugas saat pengucilan.
Perdamaian ini dimeteraikan dengan kurban seekor babi kepada para deata dan seekor ayam kepada To Dolo.