Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Karakter dan Kebiasaan Orang Toraja Menurut Catatan Belanda 1947

Sifat Orang Toraja Menurut Catatan Belanda 1947,Rumah dalam Masyarakat Toraja: Jenis dan Fungsinya (Catatan Belanda 1947), budaya toraja, sejarah toraja, asal mula nama toraja, tongkonan, tari toraja, ritual toraja, ukiran toraja, seni toraja, upacara kematian tojaja, pesta kematian,ma'badong toraja, tau-tau, tatau, teong toraja, kerbau toraja, tedong bonga, Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947, Memorie van Overgave (Naskah serah terima), Algemene Secretarie, Politiek Verslag, Jaarlijksch Verslag, Algemeen Verslag, Bijlagen Algemeen Verslag, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Makassar, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Luwu, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bima Bonthain, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bone, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Parepare, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Selayar, Brieven aan de Directeur's Lands Producten en Cievile Magazijnen, Kommissorial Bijlagen Algemeen Verslag, Administratie Algemen Verslag, Kultuur Verslag, Administratie Algemen Verslag, Administratie Algemen Verslag (bevolking), Algemeen Staat der Bevolking Verslag, Oorlog Celebes, Begrotingen Makassar, Tarief en Bapalingen op de inkomde/uitgaande regte te Makassar, Reglement gesticht Makassar, Besluiten van Makassar; Duplicaat aankomende brieven en bijlagen van hun hoodelheedens te Batavia, Secrete en aparte aankomende brieven en bijlagen; Makassar besluiten (buku), Besluiten Makassar en onderhoorigheden, Rantepao, Tana Toraja, Toraja, Toraja Utara,
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM - Sifat Orang Toraja Menurut Catatan Belanda 1947.


KEUNIKAN TORAJA sampai saat ini masih terekam dengan baik, sejak masa lalu, utamanya oleh Belanda. Salah satunya terekam laporan pemerintah yang buat setiap berakhirnya masa pemerintahan. Laporan ini disebut LAPORAN SERAH TERIMA yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Memorie van Overgave

Salah satu laporan yang mengulas mengenai Tana Toraja yakni Memorie van Overgave berkaitan dengan onderafdeeling Tana Toraja dari Kontrolir peletak jabatan di Kementerian Dalam Negeri (B.B): J.M. Van LIJF yang memerintah dari 23 Juli 1946 s/d 23 Juni 47 yang diterbitkan kembali Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu naskah sumber. Selain membahas persoalan pemerintahan, laporan ini juga berisi hal-hal lain tentang orang Toraja, termasuk sifatnya. 

Persoalan ini tentu sangat subjektif, tetapi seperti itulah beberapa peneliti Belanda memandang orang Toraja, meski juga masih ada perdebatan. Berikut laporannya:

***

SIFAT BANGSA TORAJA:

Orang Toraja pada umumnya adalah pencinta pesta, orang yang suka "Wein, Weib und Gezang" (anggur, perempuan dan nyanyian) yang tampak pada banyaknya pesta-pesta, dan selanjutnya mereka juga penjudi ulung. 

Dalam kehidupan sehari-hari mereka periang, suka bekerja (menurut ukuran timur), penurut dan mudah percaya. Karena sifatnya yang terakhir ini dan karena sifat "perasa", mereka mudah diprovokasi, dan dalam kondisi demikian mereka seperti jagoan berkelahi.

Mereka tampil cukup bebas, yang merupakan dampak dari kondisi masyarakat dalam lingkungannya, yang kecuali dalam hal-hal khusus (yang dibawah ini masih akan dibicarakan), tidak banyak menampakkan perbedaan golongan sosial. 

Dalam suatu kebersamaan, tidak ada orang yang menganggap tidak pantas, bila seorang Puang dan mantan kaunan (budak) saling menggunakan isi kantung sirih mereka (sepu').

Sekalipun penindasan yang dialami masyarakat ini selama bertahun-tahun, baik oleh pemimpin-pemimpin mereka sendiri, maupun oleh kelompok perampok dari Sidenreng (yang selama 30 tahun berkedudukan di Rante Tajo, didaerah Madandan), orang Toraja telah mengembangkan suatu rasa keadilan yang kuat. Jika ia merasa melakukan apa yang menjadi haknya, maka ia akan dengan sungguh-sungguh berusaha mendapatkannya, sekalipun mungkin belasan tahun akan berialu sebelum ia mulai melakukannya. 

Bahwa hal semacam ini merupakan kelemahan yang serius pada penyelidikan-penyelidikan kasus perdata sudahlah jelas. Hal yang aneh adalah, bahwa sekalipun orang Toraja bersifat tidak terlalu mementingkan kebenaran, mereka pada umumnya akan mengakui hutangnya secara jujur, sekalipun sudah bertahun-tahun dan tidak ada saksi.

Suku bangsa ini berbadan kecil dan tidak terlalu kuat, namun sangat tangguh. 

Hal terakhir ini agak berbeda-beda menurut daerah asalnya; orang Rantepao pada umumnya lebih tangguh daripada orang-orang yang berasal dari barat daya Makale (Buakayu, dan sebaginya). 

Hal ini tentunya bergantung kepada lingkungan hidupnya; keadaan di Utara lebih baik dari di Barat, dimana orang sering hanya makan ubi jalar. 

Hidup mereka sangat sederhana, menu sehari-harinya adalah nasi, jagung atau umbi-umbian dengan sayur-sayuran, lombok dan garam; hanya kadang-kadang mereka makan daging, dan itupun terutama pada pesta-pesta.

Minuman rakyat adalah tuak, yang sangat mereka sukai.

Salah satu penyakit masyarakat ini, seperti telah disebutkan diatas, adalah nafsu berjudi yang besar dan hobi menyambung ayam. 

Pada masa lalu, orang-orang Sidenreng dan Luwu menarik keuntungan yang besar dari hobi ini, sehingga beratus- ratus orang Toraja dibawa pergi (sebagai budak, penj). 

Sementara para pemuka masyarakat Toraja mendapatkan sarana untuk memperoleh sawah-sawah dan kerbau, selama tak ada cara lain untuk memperolehnya. 

Karena di sini selalu berlaku hukum dari mereka yang paling berkuasa. Hubungan antara laki-laki dan perempuan sangat bebas.

Bagi kaum laki-laki pakaian tradisionalnya berupa kain ikat pinggang (p/'o), terdiri dari kain katun yang panjang, yang dibelitkan beberapa kali pada pinggang dan diantara kedua kaki, dan kemudian ujungnya dibiarkan tergantung lepas hingga diatas lutut.

Selanjutnya mereka juga mengenakan sebuah sarung yang lebar, yang menghangatkan dirinya pada waktu malam dan pada siang hari sering mereka lingkarkan menjadi satu diatas kepalanya; rambutnya yang panjang seringkali di gulung menjadi satu diatas atau ditengah belakang kepalanya (dikonde), dan diikat dengan tali yang terbuat dari jalinan rumput atau bambu; sementara mereka yang berambut pendek, menutup kepalanya dengan songkok (kopiah) atau ikat kepala. 

Lebih lanjut lagi, seorang Toraja tak akan lengkap tanpa kantung sirihnya, yang pada umumnya tergantung pada sebuah tali disalah satu bahunya.

Tahun-tahun terakhir ini, kain ikat pinggang tersebut sudah semakin sering digantikan oleh sebuah celana.

Pakaian kaum wanita terdiri dari sebuah celana pendek, sebuah sarung (dodo) dan sebuah kebaya lengan pendek yang sangat ketat. 

Selanjutnya sebuah caping besar dari anyaman bambu (bahasa Melayu = tudung, bahasa Toraja = sarong). Kemudian juga, sama seperti kaum laki-laki, tak pernah ketinggalan kantung sirihnya.

Pada acara pesta, pakaian sehari-hari yang cenderung sudah pudar ini, digantikan oleh pakaian yang lebih baik dan lebih berwarna-wami, dan juga dikenakan berbagai perhiasan (kalung = kalong dan gelang = komba).

Pada pesta kematian, warna yang digunakan umumnya hitam.