Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Strata Sosial Masyarakat Toraja: Sebuah Catatan Belanda 1947 (2)

Strata Sosial Masyarakat Toraja: Sebuah Catatan Belanda 1947, Rumah dalam Masyarakat Toraja: Jenis dan Fungsinya (Catatan Belanda 1947), budaya toraja, sejarah toraja, asal mula nama toraja, tongkonan, tari toraja, ritual toraja, ukiran toraja, seni toraja, upacara kematian tojaja, pesta kematian,ma'badong toraja, tau-tau, tatau, teong toraja, kerbau toraja, tedong bonga, Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947, Memorie van Overgave (Naskah serah terima), Algemene Secretarie, Politiek Verslag, Jaarlijksch Verslag, Algemeen Verslag, Bijlagen Algemeen Verslag, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Makassar, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Luwu, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bima Bonthain, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bone, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Parepare, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Selayar, Brieven aan de Directeur's Lands Producten en Cievile Magazijnen, Kommissorial Bijlagen Algemeen Verslag, Administratie Algemen Verslag, Kultuur Verslag, Administratie Algemen Verslag, Administratie Algemen Verslag (bevolking), Algemeen Staat der Bevolking Verslag, Oorlog Celebes, Begrotingen Makassar, Tarief en Bapalingen op de inkomde/uitgaande regte te Makassar, Reglement gesticht Makassar, Besluiten van Makassar; Duplicaat aankomende brieven en bijlagen van hun hoodelheedens te Batavia, Secrete en aparte aankomende brieven en bijlagen; Makassar besluiten (buku), Besluiten Makassar en onderhoorigheden, Rantepao, Tana Toraja, Toraja, Toraja Utara,

TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM - Strata Sosial Masyarakat Toraja: Sebuah Catatan Belanda 1947 (2) .


PADA waktu kedatangan kami (Belanda) di wilayah ini, secara resmi dan bertahap lembaga perbudakan ini diakhiri dengan Peraturan Mengenai Perbudakan dan Sistim Gadai yang dikelurkan Gubernur Kroezen. Namun ganti rugi yang ditetapkan, menurut pengetahuan saya, tidak pernah dibayarkan. 

Sekalipun segi-segi yang keras dari hubungan tuan dan budak ini dihapuskan melalui pengawasan pemerintah, tetapi secara garis besarnya peraturan ini hanyalah teori. Kebebasan yang sebenarnya dari mantan golongan budak ini, baru bisa terjadi jika mereka secara ekonomi sepenuhnya dapat mandiri; namun hingga kini, sebagian besar belum berhasil mencapainya.

Kelompok bangsawan dan orang bebas dari dahulu telah menguasai tanah-tanah yang terbaik : mereka memiliki hampir semua sawah, sedang penduduk agraris lainnya kurang lebih hanya bergantung pada mereka untuk dapat mencukupi akan kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Secara langsung banyak dari para mantan budak ini tetap bergantung kepada tuannya karena apa yang dinamakan: ba'ai. Beberapa generasi sebelumnya, nenek moyang dari para tuan ini memberikan sawah untuk dikerjakan kepada budak-budaknya dan keturunan mereka. 

Jika mereka ini kemudian mengingkari ketergantungan mereka, maka mereka otomatis akan kehilangan sawah ba'qi tersebut. 

Suatu gejala mebobo (harafiah = mengambil beras). Jika seorang dari golongan budak tidak mampu lagi untuk mendapatkan makanan yang cukup bagi dirinya dan keluarganya, maka ia pergi melapor kepada mantan tuannya dan ia mengerjakan sawah mantan tuannya tersebut hingga musim panen yang berikutnya hanya untuk mendapatkan makan, dan kadang-kadang dengan sedikit tambahan. 

Juga sudah lama sekali menjadi kebiasaan, bahwa para tuan membayarkan pajak bagi mantan budaknya, jika mereka sendiri tidak sanggup membayarnya.

Hal ini pada tahun-tahun terakhir ini makin jarang terjadi. Bagi laki-laki muda yang mampu bekerja, sangatlah mungkin untuk memperoleh pendapatan yang cukup dengan bekerja di suatu tempat di Sulawesi Selatan, dan keinginan bekerja kaum muda ini menyebabkan ikatan perbudakan itu menjadi lebih longgar. 

Jika mereka menikah dan menetap disana, maka seringkali mereka kembali dalam kondisi ketergantungan. 

Pembebasan golongan kaunan baru sepenuhnya mendapatkan tempat, jika tingkat kehidupan orang-orang miskin ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan melalui perkembangan ekonomi Tana Toraja. Kemungkinan terciptanya kondisi itu ada.

Beberapa spesifikasi kewajiban dari golongan budak, diuraikan dibawah ini untuk memenuhi rasa ingin tahu anda.

Posisi yang terbaik dimiliki oleh budak rumah (kaunan bulaan)\ seperti yang ditunjukkan oleh namanya, budak ini beserta keluarganya, termasuk dalam rumah utama (tokonan layuk) dan tidak boleh diperjual belikan. 

Mereka tidak perlu menghasilkan sesuatu dan mereka lebih dianggap sebagai anggota keluarga, sebagai penjaga rumah keluarga, pelayan bagi anak-anak tuannya atau keluarga terdekatnya. 

Pada pesta mabua, mereka sebagai perkecualian dari yang lain, ditugaskan memotong babi dan menanak nasi. 

Mereka harus mengolah "uma mana" (sawah pusaka), serta selanjutnya juga melakukan berbagai tugas pada pesta-pesta kematian, panen padi, dan sebagainya. Jika melakukan pelanggaran, mereka tidak boleh didenda oleh tuannya; tuannya hanya boleh memarahi atau memukulnya. 

Kaunan indan bertugas mengerjakan sawah, mencari kayu bakar, mengurus ternak, pembawa makanan pada perjalanan (manglemba'-kinallo), sementara istri-istri mereka bertugas mempersiapkan makanan.

Para tuan berkewajiban memberi makan kepada kelompok kaunan indan, jika mereka bekerja baginya. Di waktu luangnya kaunan indan boleh bekerja bagi dirinya sendiri.

Jika ia ingin menebus dirinya, maka ia paling tidak harus punya 10 kerbau, yang kemudian akan dibagi rata antara dia dan tuannya.

Jika seorang pria bebas ingin menikah dengan putri seorang kaunan dan membebaskannya, maka laki-laki itu setidaknya harus membayar tuannya dengan satu ekor kerbau atau uang senilai itu.

Kaunan menokaranduk : ada berbagai penyebab hingga orang termasuk kelompok ini.

Jika seseorang jatuh miskin dan ia bnyak berhutang maka ia dapat menyatakan menggadaikan dirinya kepada orang lain, yang disahkan dengan pengurbanan seekor babi. 

Jika ia kemudian menjadi makmur kembali, maka ini menjadi milik tuannya; jika ia tetap miskin, maka ini juga menjadi tanggungan tuannya. 

Mereka yang memiliki piutang dari orang yang menyatakan diri sebagai budak gadai ini, biasanya tak bisa menagih hutangnya, kecuali jika ia sanggup melawan tuannya, yang umumnya tak berani dilakukan. 

Juga kolompok ini dapat membebaskan dirinya (ma'ta lela), namun ini baru bisa dilakukan jika sudah ada 20 kerbau yang bisa dibagi, dimana 2/3 menjadi milik tuannya dan 1/3 miliknya sendiri.

Jika seorang pria bebas ingin menikah dengan putri seorang kaunan dan membebaskannya, maka laki-laki itu setidaknya harus membayar tuannya dengan satu ekor kerbau atau uang senilai itu.

Bersambung.... Strata Sosial Masyarakat Toraja: Sebuah Catatan Belanda 1947 (3) - Arung Toraja (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Strata Sosial Masyarakat Toraja: Sebuah Catatan Belanda 1947 (1) - Arung Toraja (arungsejarah.com)