Perzinahan dan Berbagai Persoalan Perkawinan dalam Tradisi Masyarakat Toraja: Catatan Belanda 1947 (2)
Ilustrasi |
PENYEBAB perceraian dilihat dari segi kepentingannya adalah sebagai berikut:
1. Menolak untuk memotong kerbau atau babi pada upacara kematian, jika sebenarnya diwajibkan.
2. Menolak untuk membayar kembali hutang yang telah disetujui oleh keduanya, terutama yang berkaitan dengan upacara kematian.
3. Perzinahan
4. Penganiayaan
5. Pelaksanaan kontrol atas pengeluaran keperluan rumah tangga karena rasa tidak percaya.
6. Pemberian uang atau barang-barang oleh sang istri kepada seorang laki-laki, sekalipun ia masih anggota keluarga, jika dilakukan tanpa sepengetahuan suaminya.
7. Melakukan pembunuhan atau pencurian.
8. Sangat malas dan boros.
9. Suami tidak memenuhi kebutuhan istrinya selama satu bulan hingga satu tahun.
10-Suka berjudi, dan ini menjadi penyebab bahwa
kemungkinan besar harta bendanya akan habis.
11. Rasa anti pati dari kedua pihak.
Dalam hal butir 1 s/d 3 yang dianggap sebagai masalah yang berat, maka pihak perempuan, jika kesalahan ada dipihaknya tidak berhak menuntut ganti rugi, jika pihak laki-laki mengajukan perceraian tanpa persetujuannya.
Jika butir 1 s/d 3 selalu dianggap sebagai alasan yang sah - menurut hukum, maka butir 4 s/d 11 seringkali dilaksanakan tidak secara konsekuen.
Perceraian itu dapat dilangsungkan dalam kondisi dibawah ini:
1. Pada golongan Puang yang dilaksanakan oleh Tanduk Tatta (seorang fungsionaris adat) dan semua to Parenge, dimana kehadiran orang tua atau walinya wajib sifatnya, kecuali jika suaminya seorang Kaunan, dimana cukup to parenge kampung yang wajib hadir.
2. Pada golongan anak disese dan tomakaka, dilaksanakan oleh toparenge dari penanian (kompleks perkampungan) mereka, dimana orang tua atau wali mereka harus hadir.
3. Pada golongan Kaunan dilaksanakan oleh Parenge dari kampung mereka, dengan kehadiran dari minimal dua orang saksi.
Pihak yang bercerai harus memberikan kepada to Parenge dan saksi sebagai berikut:
1. Jika pihak-pihak laki-laki adalah Puang dan pihak perempuan Anak disese atau Tomakaka, maka pembayarannya 7,50 gulden. Jika pihak perempuan seorang Kaunan, maka ia membayar semampunya dan sisanya dibayar oleh sang Puang.
2. Kalau keduanya anak disese, maka masing-masing membayar 5 gulden. Jika pihak perempuan dari golongan Tomakaka, maka mereka bersama membayar 7,50 - 10 gulden. Seorang Kanuan membayar sebanyak yang ia mampu dan sisanya dibayar oleh pihak laki-laki.
3. Jika keduanya tomakaka, maka masing-masing membayar 2,50 gulden. Seorang Kaunan membayar apa yang mampu dibayarkan, selebihnya dibayar pihak laki-laki.
4. Jika keduanya To Kaunan Bulaan, maka masing- masing membayar 1,25 gulden. Jika yang perempuan Kaunan yang miskin, maka ia membayar sesuai kesanggupannya dan laki-laki menambahkan kekurangannya.
5. Jika keduanya To Kaunan maka masing-masing membayar % ringgit.
6. Bagi To Kaunan tai Manuk masing-masing 0,15 gulden.
Monogami dan Poligami:
Di distrik Makale, Sangala dan Menghendek (yaitu wilayah Tallulembangna) poligami sejak dahulu merupakan hal yang lazim. Di wilayah-wilayah lain, hal ini juga semakin lama semakin biasa, yakni setelah banyak bersentuhan dengan orang-orang Bugis dan Sidenreng. Namun poligami tetap kurang terjadi.
Kesimpulan Mengenai Perkawinan dan Perceraian:
Sementara diatas diberikan gambaran mengenai adat lama yang beberapa generasi yang lalu dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat; namun sudah sejak bertahun-tahun peraturan-peraturan adat ini, hanya tetap dijalankan oleh kalangan atas.
Penyebabnya dapat dilacak pada pengaruh berbagaii perang yang berlangsung hingga 1906 yang menggoyahkan adat ini. Pada dasarnya "perkawinan- perkawinan" dikalangan yang kurang terpandang, tidak lain dari kehidupan bersama yang disahkan oleh anggota keluarga kedua belah pihak.
Seorang pemuda masuk tinggal di rumah seorang perempuan, ikut bekerja di kebun dan sawah mertuanya, ikut menyumbang pada pesta-pesta kematian dari keluarga mertuanya, dan sebaginya. Anak-anaknya dianggap sah dan semua hukum mengenai kepemilikan dari suatu perkawinan mulai berlaku.
"Perkawinan" dengan cara ini menjadi begitu mudah, namun begitu juga "Perceraiannya". Tidak ada data statistik mengenai hal ini, tetapi dengan mudah di hampir semua kampung- kampung orang dapat mendapatkan informasi mengenai laki- laki muda dibawah 30 tahun, yang ternyata sudah "menikah" beberapa kali. Anak-anak lah yang menjadi korban dari semua ini.