Strata Sosial Masyarakat Toraja: Sebuah Catatan Belanda 1947 (3)
![]() |
Ilustrasi |
KAUNAN MENOKARANDUK: ada berbagai penyebab hingga orang termasuk kelompok ini.
Jika seseorang jatuh miskin dan ia banyak berhutang maka ia dapat menyatakan menggadaikan dirinya kepada orang lain, yang disahkan dengan pengurbanan seekor babi.
Jika ia kemudian menjadi makmur kembali, maka ini menjadi milik tuannya; jika ia tetap miskin, maka ini juga menjadi tanggungan tuannya.
Mereka yang memiliki piutang dari orang yang menyatakan diri sebagai budak gadai ini, biasanya tak bisa menagih hutangnya, kecuali jika ia sanggup melawan tuannya, yang umumnya tak berani dilakukan.
Juga kolompok ini dapat membebaskan dirinya (ma'ta lela), namun ini baru bisa dilakukan jika sudah ada 20 kerbau yang bisa dibagi, dimana 2/3 menjadi milik tuannya dan 1/3 miliknya sendiri.
Suatu situasi lain yang menempatkan diri seseorang dalam golongan ini adalah :
Jika seseorang merasa dirinya sangat dihinakan oleh salah satu anaknya, maka ia beserta keluarganya dan segenap harta miliknya menggadaikan dirinya pada orang lain, yang disahkan melalui pengurbanan minimal satu ekor babi bagi deata, serta satu untuk to dolo.
Jika ada lebih banyak babi yang dipotong, maka mereka yang hadir, antara lain 2 hingga 6 Toparenge juga mendapat bagian. Jika anak-anak yang tinggal jauh mendengar bahwa telah dilakukan upacara mengkaranduk, maka mereka wajib memberikan kepada ayahnya pemberian berupa baju dan celana, sebuah sarung dan kantung sirih, dan kepada tuannya satu atau lebih kerbau, menurut kemampuannya.
Jika mereka tidak mampu melakukan hal ini, maka mereka juga wajib menggadaikan diri. Jika mereka tidak memenuhi kewajiban ini, maka biasanya akan timbul perang.
Kaunan tai manuk : adalah budak dari budak. Mereka hanya wajib melakukan pekerjaan kepada tuannya secara langsung. Pernyataan bahwa mereka harus menebus dirinya dua kali, tidak diakui.
Biasanya budak-budak ini tetap memiliki hartanya sendiri, karena itu ada kemungkinan yang nyata untuk penebusan.
Hal ini dapat terjadi, sejalan dengan kemauan tuannya, yang menetapkan jumlah penebusan sesuai ketentuan adat. Memang dalam hal ini dapat dilakukan kemudahan- kemudahan seperti memperhitungkan anak kerbau sebagai kerbau dewasa, benda yang kurang nilainya untuk seekor ker: bau.
Penebusan yang tidak sesuai dengan keinginan tuannya juga dapat terjadi. Dalam hal ini si budak harus memberikan sanda saratu (dari semuanya seratusj: kerbau, babi, parang, ayam dan sebagainya. Juga disini dapat dilakukan penawaran, kalau tuannya berhasil dibujuk.
Agar dapat dianggap sah penebusan ini harus dinyatakan didepan umum, bahwa harga penebusan itu telah dipenuhi sepenuhnya.
Hanya dua golongan budak yang tidak pernah dapat ditebus, yaitu : tomebalun dan mangliu ulli. Dr. van der Veen menyebutkan itu : ma'peulli. mengumpulkan belatung dari mayat orang meninggal, nama dari sebuah fungsi dipesta kematian yang besar (to dirapa'i) yang dilakukan seorang budak perempuan.
Kewajiban umum seorang kaunan adalah memenuhi janjinya mengenai pa'gang. Pa'gang terdiri dari bagian-bagian daging yang terpilih dari seekor kerbau dan babi yang dipotong pada pesta mati seorang budak (hati, jantung, dan sebagainya). Ini harus dipersembahkan kepada tuannya sebagai tanda pengakuan dari mereka yang lebih rendah.
Budak yang tidak melakukan hal ini akan terkena bencana magic/ilmu hitam (busung). Tentunya kini sudah banyak kaunan yang tidak lagi mempercayai hal ini. Namun mereka tetap merasa perlu untuk mempersembahkan pagang ini, karena takut terhadap tindakan-tindakan pembalasan, jika secara ekonomis mereka masih bergantung pada mantan tuan mereka.
Sinode Gereja Protestan Tana Toraja yang sudah beberapa kali disebut, telah memutuskan bahwa setiap kaunan Kristen harus bertindak menurut kata hatinya, apakah ia mau memberikan pa'gang tersebut atau tidak.
Dengan pernyataan ini persoalan ini sebenarnya belum mendapatkan jalan keluar, sebab kaunan yang menolak itu tidak beroleh kepastian bahwa ia akan mendapatkan pertolongan yang diperlukan dari Gereja untuk mengatasi tindakan balasan yang terjadi.
Sementara para pemuka adat pada umumnya tetap menuntut pa'gang diberikan kepada para tuan.
Pemerintahan Swapraja, sejalan dengan keputusan saya, memutuskan untuk tidak melakukan campur tangan secara hukum pada penolakan pagang yang tegas (bandingkan dengan 11. Agenda No. 2065/19 tertanggal 3-6-1947).
Salah satu kesulitan yang lain adalah bahwa pada masa lalu, sesuai ketentuan adat, harta milik seorang kaunan yang tidak mempunyai anak, akan jatuh ke tangan tuannya, kecuali orang tua dan saudara-saudaranya, dan seterusnya. Juga dalam hal ini tidak akan ada campur tangan pemerintah, sekiranya ini menjadi perkara perdata.