Agama/Kepercayaan Orang Toraja dalam Catatan Belanda 1947 (1)
Ilustrasi Pemakaman Kuno Toraja dan Tau-tau |
TORAJA memiliki banyak keunikan. Sejak masa lalu, wilayah ini juga menjadi salah satu objek penulisan dari berbagai bangsa, khususnya para peneliti Belanda. Selain itu, dalam hal pemerintahan ada satu yang menarik dari peninggalan Belanda dan hingga saat ini dilakukan dalam pemerintahan yakni adanya laporan yang buat setiap berakhirnya masa pemerintahan. Laporan ini disebut LAPORAN SERAH TERIMA yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Memorie van Overgave.
Salah satu yang terkait dengan Tana Toraja yakni Memorie van Overgave berkaitan dengan onderafdeeling Tana Toraja dari Kontrolir peletak jabatan di Kementerian Dalam Negeri (B.B): J.M. Van LIJF yang memerintah dari 23 Juli 1946 s/d 23 Juni 47. Salah satu hal yang dibahas dalam laporan yang diterbitkan kembali Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu naskah sumber ini adalah Agama/Kepercayaan Orang Toraja. Berikut laporannya:
***
Tentang kepercayaan orang Tae' Toraja, baru sedikit sekali dipublikasikan. Pasti utusan dari Badan Alkitab Belanda, Dr. H. van der Veen, akan menyatakan sesuatu yang mendunia pada waktu yang akan datang berkaitan dengan pengetahuannya yang dalam dan luas tentang ethnologi suku bangsa ini.
Rencana menerbitkan karangan tentang ini memang ada, namun tentunya tugasnya yang lebih penting yaitu menyusun tata bahasa Toraja dan menterjemahan Alkitab kedalam bahasa Toraja yang harus didahulukannya.
Bagi orang, selain Dr. Van der Veen, tentunya sangat sulit dan berat untuk dapat menulis sesuatu dengan nilai ilmiah yang hakiki mengenai hal ini.
Pengertian lebih dalam tentang kebudayaan kafir yang sangat rumit dan luar biasa kaya ini baru dapat diperoleh sesudah penelitian bertahun-tahun, dengan didahului oleh studi ethnologi yang dapat dipercaya.
Agama Tae Toraja menurut pendapat mereka harus dimasukkan kedalam kelompok aliran pan-kosmos. Bagi mereka kosmos adalah satu-satunya kenyataan. Ini tidak seluruhnya betul menurut sistimatik murni, karena tentu masih ada penjelmaan dari satu Tuhan dan dewa-dewa. Namun disini menurut pendapat mereka, corak pankosmis lebih dominan.
Puang Matua merupakan perwujudan yang bertahan dari bentuk kosmos purba Sang Pencipta. Dalam para deata dapat dikenali berbagai kekuatan kosmos. Wujud kuasaan yang dominan dari Puang Matua menurut saya bukan dasar monotheistis dari agama ini. Semua kesimpulan ini saya buat dengan pembatasan-pembatasan yang luas.
Orang dapat membedakan antara budaya tinggi dan budaya rendah. Menurut Dr. Van der Veen ada beberapa petunjuk bahwa yang disebut terakhirlah yang tertua. Namun mite mengenai air bah Ruru mengemukakan seolah-olah Puang Matua mengirim burake pertama dan Tominaa pertama pada waktu yang bersamaan kepada manusia, untuk memimpinnya dalam pemujaan.
Burake adalah ulama yang memelihara hubungan dengan dewa-dewa. Mereka masuk kedalam diri para burake, dan membuat mereka mencapai kondisi kemasukan (naaluk deata) dimana ia memperoleh kekuatan yang luar biasa.
Ada suatu menuturan yang menceritakan bahwa buraka tambolanq, seorang herrmaprodit/waria, sudah lebih dahulu muncul dalam pemujaan daripada burake taktiku, yaitu ulama wanita. Yang disebut terakhir ini, tetap mengambil sikap wanita dan jabatannya dapat diwariskan dari ibu ke putrinya.
Dalam suatu penuturan yang disampaikan kepada saya oleh Dr. van der Veen adalah bahwa Burake Tatiku pertama tampil di Banga, sesudah burake tambolang disana tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Burake adalah pemimpin pesta lapa banua. Ini ditentukan oleh burake pertama yang dikirim oleh Puang Matua sendiri.
Gunanya untuk memperkuat kekuatan ilmu sihir dari kesatuan masyarakat (banua = tongkonan) dan perdamaian dengan Puang Matua. Inijuga merupakan pesta inisiasi (Dr. van der Veen), dimana setiap pria yang mempunyai kedudukan di masyarakat, harus ikut merayakan ini. Hanya bila ini sudah dilaksanakan, baru pesta kematian yang tertinggi dapat diselenggarakan untuk mereka, yaitu dirapai.
Yang disebut terakhir, ini hanya dapat dilebihi kesemarakan dan pemborosannya oleh satu macam pesta kematian, yaitu oleh dipamate puanq. yang hanya diselenggarakan untuk puang yang berdarah murni. Demikian juga setiap wanita yang mempunyai kedudukan, harus sudah menghadiri pesta lapa banua sebagai to tumbang, atau pesta maro (bandingkan dengan kamus H. van der Veen). Menurut H. Saba' , ampulembang dari Madandan, Burake ialah tokoh yang sangat terhormat.
Rasa hormat terhadapnya sedemikian besar, sehingga peperangan harus ditunda bila beliau muncul di medan perang. Beliau yang mengumumkan pemujaan Puang Matua. Dengan pengiring sampai 20 orang ia berkeliling negeri. Orang dapat mendengar mereka datang dari jauh, karena mereka senantiasa memegang gendang (garapung) yang mereka bunyikan. Pada selaput gendang diikatkan manik-manik dengan tali. Dengan menggoyang garapung secara cepat dengan cara yang hanya diketahui burake, dihasilkan suatu bunyi yang dikenal semua orang.