Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pong Tiku alias Ne' Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (3)

Pong Tiku, Pongtiku, Pong Tiku alias Ne' Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya, Arak-Arakan Mendukung Proklamasi di Rantepao, Tana Toraja, Toraja, Toraja Utara, Makale, Perang Kopi, Bone, Luwu, Sidenreng Rappang, Enrekang, Palabuhan Palopo, Paloppo, Pasar makale
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM -  Pong Tiku alias Ne' Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (3)

Serbuan Belanda ke Toraja

TERANCE William  Bigalke (2005) dalam tulisannya Tana Toraja: A Social History of an Indonesian People menuliskan bahwa pada tahun 1905 tanah Bugis dan Toraja yang sebelumnya terfragmentasi telah bersatu menjadi empat wilayah utama, salah satunya berada di bawah kekuasaan Pong Tiku. 

Situsi yang semakin tegang akibat serangan Belanda, pada bulan Juli tahun itu, raja Gowa, negara tetangga, mulai mengumpulkan tentara untuk melawan penjajah dan mencegah sisa tanah Toraja ditaklukkan. Ma'dika Bombing, seorang pemimpin dari negara wilayah selatan, meminta bantuan Pong Tiku. (Tandilintin, 1976)

Sebulan setelah para utusan bubar, para pemimpin berkumpul di Gowa untuk membuat rencana aksi. Hasilnya adalah para penguasa lokal harus berhenti berperang di antara mereka sendiri dan fokus pada Belanda, yang memiliki kekuatan lebih unggul. 

Walau begitu konflik internal ini, tidak sepenuhnya mereda (Bigalke, 2005). Pada saat pertemuan ditangguhkan, Belanda sudah mulai menyerang Luwu. Tiku ditugaskan untuk mengalihkan Belanda dari kota Rantepo yang sulit untuk dipertahankan, mulai membangun pasukannya dan pertahanannya.(Tandilintin, 1976 dan Bigalke, 2005). 

Pada bulan Januari 1906 Pong Tiku mengirim pengintai ke Sidareng dan Sawitto, yang diserbu Belanda, untuk mengamati jalannya pertempuran. Ketika pengintai melaporkan kekuatan luar biasa pasukan Belanda dan kekuatan magis yang digunakan untuk melawan tentara Bugis, dia memerintahkan bentengnya untuk meningkatkan kesiapan dan mulai menimbun beras (Tandilintin, 1976 dan Bigalke, 2005), bulan itu, Luwu jatuh ke tangan pasukan Belanda, yang kemudian bergerak lebih jauh ke pedalaman. 

Tandilintin (1976) mencatat, pada bulan Februari anak buah Pong Tiku, dikirim untuk memperkuat kerajaan selatan, melaporkan bahwa tidak ada lagi kepemimpinan yang koheren dan bahwa kedua kerajaan kalah melawan Eropa. Ini meyakinkan Tiku untuk melatih lebih banyak pasukan dan membentuk dewan militer beranggotakan sembilan orang, dengan dirinya sebagai pemimpinnya. Pada Maret 1906, kerajaan lainnya telah jatuh, meninggalkan Pong Tiku sebagai penguasa Toraja terakhir. 

Bahkan Belanda merebut Rantepao tanpa perlawanan, meski dalam catatan Tandilintin, Belanda tidak menyadari bahwa penyerahan kota telah direncanakan oleh Pong Tiku. Melalui sebuah surat, Panglima Belanda Kapten Kilian menyuruh Pong Tiku untuk menyerah. Sebuah tuntutan yang tidak dipenuhi oleh Pong Tiku. 

Akhirnya Belanda akan pasukan Pong Tiku yang sudah terkumpul dan banyaknya benteng, Kilian tidak mencoba melakukan serangan langsung. Sebaliknya, pada April 1906 ia mengirim rombongan ekspedisi ke Tondon. Meskipun gerakan pasukan ini tidak dilawan, setelah malam tiba pasukan Pong Tiku menyerang kamp Belanda di Tondon. Serangan ini memaksa pasukan Belanda untuk mundur ke Rantepao dan terus dikejar oleh pasukan Pong Tiku, yang mengakibatkan banyak korban dari pihak Belanda di sepanjang perjalanan.

Apa yang dilakukan Pong Tiku ini merupakan strategi yang didasarkan pada pengalaman yang diperolehnya saat melawan panglima perang lainnya. Belanda dan pasukan pribumi (Pasukan pribumi terutama terdiri dari wajib militer Ambon, Batak, Jawa, dan Timor) di sisi lain, meremehkan pasukan Tiku dan tidak mampu beradaptasi dengan cuaca dingin di dataran tinggi (Bigalke, 2005).

Berdambung.... Pong Tiku alias Ne Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (4) - Arung Toraja (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Pong Tiku alias Ne Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (2) - Arung Toraja (arungsejarah.com)

****

Adams, Kathleen M (2006). Art As Politics: Re-crafting Identities, Tourism, and Power in Tana Toraja, Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-3072-4.

Bigalke, Terance William (2005). Tana Toraja: A Social History of an Indonesian People. Singapore: Singapore University Press. ISBN 978-9971-69-313-8.

"Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia". Awards of the Republic of Indonesia. Indonesian Social Ministry. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-25. Diakses tanggal 25 Mai 2023.

Draeger, Donn F (1992). Weapons and Fighting Arts of Indonesia. Clarendon: Tuttle. ISBN 978-0-8048-1716-5.

Friend, Theodore (2003). Indonesian Destinies. Cambridge: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-01137-3.

Tangdilintin, L T (1976). Sejarah Perjuangan Pahlawan Pong Tiku. Rantepao: Lepongan Bulan Tana Toraja. OCLC 13501891.

Volkman, Toby Alice (1985). Feasts of Honor: Ritual and Change in the Toraja Highlands. Urbana: University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-01183-2.