Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pong Tiku alias Ne' Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (4).

Pong Tiku, Pongtiku, Pong Tiku alias Ne' Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya, Arak-Arakan Mendukung Proklamasi di Rantepao, Tana Toraja, Toraja, Toraja Utara, Makale, Perang Kopi, Bone, Luwu, Sidenreng Rappang, Enrekang, Palabuhan Palopo, Paloppo, Pasar makale
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM -  Pong Tiku alias Ne' Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (4).

 

Perjuangan Awal Pong Tiku

GAGALNYA ekspedisi Belanda menyebabkan perang terbuka antara Pong Tiku -yang bersembunyi di bentengnya di Buntu Batu- dengan pasukan Belanda. Pong Tiku yang memiliki mata-mata di Rantepao, pada tanggal 22 Juni melaporkan bahwa sebuah batalyon Belanda yang terdiri dari kira-kira 250 orang dan 500 kuli telah meninggalkan desa pada malam sebelumnya. Rombongan pasukan Belanda ini mengarah ke selatan menuju arah benteng Tiku di Lali' Londong. 

Mengetahui hal tersebut Pong Tiku memerintahkan agar jalan tersebut disabotase, sehingga memperpanjang waktu tempuh dari satu hari menjadi lima hari. Pasukan Pong Tiku pada malam tanggal 26 Juni, lantas menyerang pasukan Belanda di luar Lali' Londong. Serangan yang tidak diprediksi oleh Belanda membuat pasukan Belanda kalang kabut, meski tidak ada yang tewas. 

Akibatnya, keesokan paginya, Belanda memulai pengepungan di Lali' Londong menggunakan granat tangan dan tangga. Karena tidak mampu menghadapi granat, senjata baru Belanda yang tidak digunakan melawan panglima perang lain sebelumnya, sore itu benteng itu berhasil direbut pasukan Belanda(Tandilintin, 1976 dan Bigalke, 2005).

Kathleen M Adams (2006) dalam Art As Politics: Re-crafting Identities, Tourism, and Power in Tana Toraja, Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press menyebutkan bahwa kekalahan ini membuat Pong Tiku kembali memperkuat pasukannya. Ketika itu, pasukan Toraja dipersenjatai dengan senapan, tombak, batu besar, pedang, dan ekstrak cabai (disemprotkan ke mata musuh dengan alat yang disebut tirik lada atau sumpitan untuk membutakan mereka). 

Adapun Pong Tiku sendiri dipersenjatai dengan senapan, tombak, dan labo Portugis. Ia juga mengenakan baju pelindung, sepu (penjaga selangkangan), dan songkok dengan tonjolan berbentuk tanduk kerbau, dan membawa perisai yang dihias. Dengan tentaranya, Pong Tiku menggali lubang yang diisi dengan tiang bambu tajam di sepanjang rute pasokan Belanda. 

Donn F Draeger (1992) dalam Weapons and Fighting Arts of Indonesia dan Theodore Friend (2003) dalam Indonesian Destinies, menuliskan bahwa jebakan ini membuat pasukan Belanda yang berjalan di atas lubang akan jatuh dan tertusuk. Akan tetapi, jebakan ini tidak cukup untuk menghentikan laju pasukan Belanda. 

Pada 17 Oktober 1906, dua benteng bernama Bamba Puang dan Kotu, jatuh setelah beberapa kali serangan gagal Belanda sejak Juni (Tandilintin, 1976). Bahkan Bigalke (2005) mencatat, akibat perlawanan Pong Tiku berlangsung lebih lama daripada sebagian besar kampanye pendudukan lainnya, sehingga dianggap melemahkan otoritas Belanda di Sulawesi, maka Gubernur Jenderal J. B. van Heutsz mengirim Gubernur Sulawesi Swart untuk memimpin serangan secara pribadi.

Belanda kembali berhasil mengepung Pong Tiku. Akan tetapi setelah pengepungan yang lama dan belum berhasil melumpuhkan Pong Tiku, maka Belanda pun mengatur siasat lain. Pada tanggal 26 Oktober Andi Guru dan mantan letnan Pong Tiku, Tandi Bunna' –keduanya saat itu sudah bekerja untuk Belanda– pun diminta untuk mendekati Pong Tiku dan menawarkan gencatan senjata. Kendati pada awalnya Pong Tiku tidak mau, namun akhirnya Pong Tiku menerima setelah diingatkan bahwa ibunya –yang telah meninggal dalam pengepungan– perlu dikuburkan. 

Setelah tiga hari gencatan senjata karena bermaksud menguburkan ibunya, pada malam 30 Oktober pasukan Belanda malah bergerak mengambil alih benteng. Beanda bahkan mengambil semua senjata, dan berusaha menangkap Pong Tiku. Namun Pong Tiku dan tentaranya berhasil kabur ke Tondon (Tandilintin, 1976).

Bersambung.... Pong Tiku alias Ne Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (5) - Arung Toraja (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Pong Tiku alias Ne Baso: Riyawat Hidup dan Kematiannya (3) - Arung Toraja (arungsejarah.com)

****

Adams, Kathleen M (2006). Art As Politics: Re-crafting Identities, Tourism, and Power in Tana Toraja, Indonesia. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-3072-4.

Bigalke, Terance William (2005). Tana Toraja: A Social History of an Indonesian People. Singapore: Singapore University Press. ISBN 978-9971-69-313-8.

"Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia". Awards of the Republic of Indonesia. Indonesian Social Ministry. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-25. Diakses tanggal 25 Mai 2023.

Draeger, Donn F (1992). Weapons and Fighting Arts of Indonesia. Clarendon: Tuttle. ISBN 978-0-8048-1716-5.

Friend, Theodore (2003). Indonesian Destinies. Cambridge: Harvard University Press. ISBN 978-0-674-01137-3.

Tangdilintin, L T (1976). Sejarah Perjuangan Pahlawan Pong Tiku. Rantepao: Lepongan Bulan Tana Toraja. OCLC 13501891.

Volkman, Toby Alice (1985). Feasts of Honor: Ritual and Change in the Toraja Highlands. Urbana: University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-01183-2.