Tradisi Perkawinan Masyarakat Toraja dalam Catatan Belanda 1947 (2)
Ilustrasi |
PERTUNANGAN (sikampa) dilakukan oleh orang tua untuk anak- anak mereka. Mereka bahkan kadang-kadang membuat kesepakatan bagi anak-anak mereka yang belum lahir untuk dinikahkan jika sudah cukup umur, tentunya jika anak-anak tersebut satu laki-laki dan satu perempuan.
Pertunangan semacam itu bisa dibatalkan tanpa ganti rugi dengan kesepakatan orang tua kedua belah pihak : sipatoro melo, artinya secara harafiah : tetap berhubungan baik.
Ganti rugi
harus diberikan jika pertunangan itu dibatalkan oleh satu pihak: bolloan patu,
yang secara harafiah artinya: menggulingkan, merusakkan panci. Ganti rugi ini
bergantung kepada tingkatan sosial mereka harus berupa:
- untuk
golongan kaunan : 2 ringgit hingga 2 kerbau
- untuk
tomakaka : 1 - 12 kerbau
- untuk
Puang : 12-100 kerbau.
Hanya dibeberapa distrik ada kebiasaan pemberian mas kawin
(baja'na), jika pengantin wanita dinikahkan tanpa persetujuan orang tuanya, dan
untuk itu penganti laki-laki berhutang, yaitu :
- untuk
anak perempuan seorang Puang : 1 - 12 kerbau
- untuk
anak perempuan seorang tomakaka : 1 - 3 kerbau
- untuk
anak perempuan seorang kaunan : 1 kerbau
atau uang sesuai dengan harga kerbau tersebut. Di lembang-
lembang yang lain juga, juga pada perkawinan biasa, ada mas kawin, seperti
misalnya di Sa'dan dan Balusu. Dapat diperkirakan bahwa Somba ini masuk karena
pengaruh adat Bugis, yang juga bisa dilihat dari namanya. Nobele didalam
Laporan Serah Terimanya yang sudah diterbitkan menggambarkan upacara perkawinan
dari golongan Puang secara sangat terperinci.
PANTANGAN PERKAWINAN:
Antara para puang diijinkan perkawinan pada tingkat kedua
(mungkin yang dimaksud sepupu sekali, V.L., penulis), sedang bagi anak disese
(seorang anak yang ayahnya puang, namun ibunya dari kalangan bawah), diijinkan
perkawinan hingga tingkat keempat (lihat di atas). Tetapi ada juga variasi
lokal, dalam pengertian bahwa dibeberapa distrik tertentu kelompok-kelompok ini
hanya diperkenankan menikah hingga tingkat ke tiga.
Jika ada pelanggaran terhadap ketentuan ini, maka harus
dibayar denda yang terdiri atas sejumlah kerbau, demikian juga persembahan
berupa babi, yang jumlahnya tergantung pada tingkat sosial orang yang
melanggar, yaitu :
- Puang
didenda 4 s/d 12 kerbau dan pemotongan 2 s/d 4 babi.
- Anak
disese di denda 2 s/d 8 kerbau dan pengurbanan 1 sampai 2 babi.
- Tomakaka
didenda 1 s/d 4 kerbau dan pengurbanan satu babi.
- Kaunan
di denda 1 kerbau dan pengurbanan 1 babi atau ayam.
Juga diijinkan untuk mengawini dua atau lebih perempuan bersaudara.
Yang dilarang adalah perkawinan dengan anak tiri, juga bila
ibunya sudah meninggal (mapasisusu). Pelanggaran terhadap hal ini akan dihukum
buang/diusir. Seorang laki-laki dapat menikah dengan perempuan dari kalangan
yang lebih rendah, dimana para puang dan anak disese ditetapkan menjadi kaunan
bulaan.
Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan seorang puang dengan Anak di sese atau Tomakaka disebut anak disese massang, sementara dari perkawinan dengan kaunan tetap menjadi budak (to dirarai), kecuali jika ayah mereke menebus mereka, yaitu dengan memanggil seluruh sanak keluarga untuk berkumpul, membagikan sejumlah kerbau kepada mereka, serta mengorbankan babi bagi Puang Matua, deata dan to dolo.
Pada pengorbanan ini harus hadir semua parenge' (pemangku
adat) untuk menetapkan harga yang harus dibayar serta untuk menjadi saksi.
Setelah upacara pengangkatan ini, maka anak- anak tersebut disebut To Makaka
Matala. Anak yang lahir dari seorang To Makaka Matala menjadi anak di sese
(sese = setengah).
Seorang puang perempuan hanya boleh menikah dengan puang.
Pelanggaran terhadap larangan ini, termasuk pelanggaran berat, serta
mengakibatkan hukuman-hukuman berikut dapat dijatuhkan:
1. Keduanya
di usir (dipali)
2. Kuduanya
ditenggelamkan (dilammu)
3. Keduanya dibakar (ditunu).
4. Keduanya dicekik (dieke).
Abu jenasah mereka akan dibuang disungai.
Anak disese boleh mengawini perempuan dengan tingkat sosial
yang sama atau lebih rendah; begitu juga tomakaka. Anak-anak yang lahir dari
perkawinan yang setara tingkat sosialnya, akan tetap termasuk golongan sosial
orang tuanya. Jika dari anak disese sebagai ayah dan tomakaka sebagai ibunya,
maka anak-anak tegolong kelompok yang terakhir, tetap merupakan budak (anak
ma'rara tallu = berdarah tiga).
Juga anak-anak ini dapat diangkat sebagai tomakaka mata'
alia, dimana juga harus dilakukan pembagian kerbau diantara sanak keluarga, dan
harus dibawakan babi bagi roh-roh.
Tidak ada perbedaan hak antara tomakaka massang (tomakaka
asli) dan tomakaka matala.
Hukuman bagi perempuan anak disese atau tomakaka yang
menikah atau berhubungan badan dengan laki-laki dari golongan rendah adalah:
1. Untuk
perempuan anak disese dengan laki-laki tomakaka didenda 1 s/d 3 kerbau serta
pengurbanan 1 ekor babi.
2. Untuk
perempuan anak disese dengan laki-laki kaunan berlaku hukuman yang sama seperti
seorang puang perempuan.
3. Bagi
seorang perempuan tumakaka dengan laki-laki kaunan berlaku pengusiran.
Laki-laki kaunan hanya boleh menikah dengan perempuan dari -
golongannya. Seorang perempuan kaunan bulaan yang
berhubungan badan atau menikah dengan seorang kaunan tai manuk didenda 1 kerbau serta wajib mengurbankan seekor babi.
Sebelumnya.... Tradisi Perkawinan Masyarakat Toraja dalam Catatan Belanda 1947 (1) - Arung Toraja (arungsejarah.com)