Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ma’parapa dalam Prosesi Pernikahan Masyarakat Toraja (1)

Teks Ma’parapa dalam Prosesi Pernikahan Masyarakat Toraja, Toraja, Tana Toraja, Toraja Utara

TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM - Ma’parapa dalam Prosesi Pernikahan Masyarakat Toraja (1).


TORAJA merupakan satu daerah yang unik di Indonesia, khususnya dalam hal budaya dan ini terekam dengan baik, sejak masa lalu, utamanya oleh Belanda. Salah satunya terekam laporan pemerintah yang buat setiap berakhirnya masa pemerintahan. Laporan ini disebut LAPORAN SERAH TERIMA yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Memorie van Overgave

Salah satu yang terkait dengan Tana Toraja yakni Memorie van Overgave berkaitan dengan onderafdeeling Tana Toraja dari Kontrolir peletak jabatan di Kementerian Dalam Negeri (B.B): J.M. Van LIJF yang memerintah dari 23 Juli 1946 s/d 23 Juni 47 yang diterbitkan kembali Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu naskah sumber. Berikut laporannya terkait Ma’parapa dalam Prosesi Pernikahan Masyarakat Toraja:

***

MA'PARAPA dalam Prosesi Pernikahan atau Aluk Rampanan Kapa’ (aluk yang berkaitan dengan perkawinan) Masyarakat Toraja merupakan salah satu keunikan adat budaya masyarakat Toraja, selain kondisi alamnya yang indah. 

Salah satu komunitas masyarakat yang mempunyai sistem perkawinan yang cukup kompleks adalah masyarakat Toraja (Saat ini terbagi ke dalam 2 kabupaten yakni Tana Toraja dan Toraja Utara). Masyarakat Toraja merupakan salah satu suku di Indonesia yang dalam kehidupan sosialnya masih mempertahankan adat kebudayaan nenek moyang hingga saat ini. Pranata bermasyarakat orang Toraja selalu berhubungan dengan aluk

Dalam tesis Harmita Sari yang berjudul Kajian Nilai-Nilai Pada Teks Ma’parapa Dalam Prosesi Rampanan Kapa’ Di Toraja Utara Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar 2017, disebutkan bahwa Aluk ini dilaksanakan di dalam seluruh aspek kehidupan orang Toraja. Aluk meliputi aluk mellolo tau (ketentuan-ketentuan adat yang mengatur hubungan antara manusia), Aluk Pare (ketentuan-ketentuan adat yang berkaitan dengan padi), Aluk Tananan Pasa’ (ketentuan-ketentuan adat yang mengatur pasar), Aluk Rampanan Kapa’ (aluk yang berkaitan dengan perkawinan), Aluk Mellolo Tau (aluk yang berhubungan dengan kelahiran manusia sampai dewasa), Aluk Bangunan Banua (ketentuan adat yang tentang pembangunan rumah), Aluk 3 Rambu Tuka’ (ketentuan-ketentuan adat yang mengatur upacara syukuran), Aluk Rambu Solo’ (ketentuan-ketentua adat yang mengatur upacara kematian), dan Aluk Bua’ (aluk yang berkaitan dengan pesta sukacita). 

Aluk dan adat mulanya sama. Aluk adalah keyakinan mengenai keberadaan, yang mencoba memahami dunia ini secara mitos-transendental dan meletakkan dasar otologis keadaan kenyataan ini, sedangkan adat dan kebudayaan merupakan manifestasi konkret aluk transendental. Penelitian ini terfokus pada upacara Rampanan kapa’ (pernikahan) dilandasi oleh aturan dan kepercayaan. 

Rampanan Kapa’ hanyalah semata-mata merupakan arti khiasan bila dilihat dari segi etimologis. Sedangkan dari segi yuridis, bertolak dari pengertian secara Etimologis bahwa Rampanan merupakan benda atau alat yang berfungsi sebagai suatu tempat untuk melekatkan kerangka-kerangka dari suatu rumah, sedangkan kapa’ (kapas) ini digunakan sebagai lambang kebersihan dan kesucian dari laki-laki dan wanita yang akan dikawinkan dalam hubungannya dengan perkawinan maka Rampanan Kapa’ itu merupakan suatu tempat berdirinya perkawinan yang didalamnya terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. 

Tempat ini merupakan tempat yang suci dan bersih, harus tetap dipelihara dan diperkokoh. Sebab itu, di daerah Toraja bila terjadi suatu perkawinan tidak melalui prosedur atau ketentuan menurut hukum adat, maka perbuatan Rampanan Kapa’ (Perkawinan) itu oleh masyarakat dipandang sebagai suatu perbuatan hina dan sekaligus merupakan pelanggaran terhadap hukum adat daerah tersebut. 

Rampanan Kapa’ (perkawinan) di Toraja dianggap sebagai salah satu sarana bagi masyarakat untuk saling tetap terikat dalam satu rumpun. Hal ini dianggap penting agar masyarakat juga lebih menghargai hukum adat yang lahir dan berkembang secara terus menerus, ini karena beberapa masyarakat beranggapan bahwa dengan adanya hukum adat maka segala perkara dapat diselesaikan secara kekeluargaan tidak berbelit-belit dan lebih sederhana, serta tidak akan menimbulkan konflik secara berkelanjutan, karena penyelesaiannya yang secara kekeluargaan inilah yang akan semakin mempersatukan masyarakat (Dorce, 1986:16-17). 

Salah satu kekayaan Indonesia yang tertuang dan menjadi warisan adalah budaya Toraja, salah satunya yang harus kita laksanakan dan kita lestarikan yaitu Aluk Ramapanan Kapa’ (pernikahan) di dalamnya terdapat teks ma’parapa yang memiliki kandungan nilai nilai yang perlu diketahui, dan sangat menarik untuk dikaji karena merupakan salah satu karya sastra daerah Toraja. Teks ma’parapa mempunyai tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat sebagai pendengarnya. 

Ma’parapa merupakan kegiatan dengan tujuan menenangkan semua orang yang hadir dalam suatu acara. Pemeran kegiatan ini disampaikan oleh orang yang dipercayakan pihak keluarga, dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan yang telah dilaksanakan. Nilai pendidikan, nilai moral, nilai sosial, dan nilai-nilai yang berkembang lainnya tidak hanya dijumpai pada tayangan televisi semata, tetapi juga pada teks ma’parapa

Melalui teks ma’parapa, imbauan, pesan, nasehat, akan cepat dicerna oleh akal pikiran manusia dan mudah diterima karena teks ma’parapa menawarkan ritmis notasi dan kedalaman makna yang membuat hati terbuai oleh teks yang disampaikan. Intonasi pada teks ma’parapa mampu menggambarkan kondisi selama kejadian itu berlangsung. 

Adapun teori utama yang digunakan oleh peneliti yaitu teori sastra dan teori budaya. Teori budaya yang dimaksud oleh peneliti adalah teori yang dikemukakan oleh (Palebangan, 2007: 86) yang mengemukakan bahwa, adat diartikan sebagai tata tertib, maka adat merupakan pangkal ketertiban dan keserasian di dalam masyarakat. 

Adat merupakan himpunan norma norma yang sah dan dijadikan pegangan hidup masyarakatnya. Sedangkan teori sastra yang digunakan oleh peneliti adalah teori sastra tradisional yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (2013:165) sastra tradisional adalah suatu bentuk tuturan lisan yang muncul dan berkembang (secara turun-menurun) secara tidak sengaja untuk mengungkapkan berbagai gagasan yang sudah muncul sebelumnya yang pada umumnya lebih dimaksudkan sebagai sarana untuk memberikan pesan moral. 

Bersambung.... Ma’parapa dalam Prosesi Pernikahan Masyarakat Toraja (2) - Arung Toraja (arungsejarah.com)