Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947 (3)

Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947, Memorie van Overgave (Naskah serah terima), Algemene Secretarie, Politiek Verslag, Jaarlijksch Verslag, Algemeen Verslag, Bijlagen Algemeen Verslag, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Makassar, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Luwu, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bima Bonthain, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bone, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Parepare, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Selayar, Brieven aan de Directeur's Lands Producten en Cievile Magazijnen, Kommissorial Bijlagen Algemeen Verslag, Administratie Algemen Verslag, Kultuur Verslag, Administratie Algemen Verslag, Administratie Algemen Verslag (bevolking), Algemeen Staat der Bevolking Verslag, Oorlog Celebes, Begrotingen Makassar, Tarief en Bapalingen op de inkomde/uitgaande regte te Makassar, Reglement gesticht Makassar, Besluiten van Makassar; Duplicaat aankomende brieven en bijlagen van hun hoodelheedens te Batavia, Secrete en aparte aankomende brieven en bijlagen; Makassar besluiten (buku), Besluiten Makassar en onderhoorigheden, Rantepao, Tana Toraja, Toraja, Toraja Utara,
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM -  Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947 (3).

SENGKETA TAPAL BATAS:

Suatu sengketa tapal batas dari daerah swapraja Alia (Onderafdeling Enrekang) diselesaikan dengan SK Residen Sulawesi Selatan tanggal 30 Maret 1938 No. 142. Perbatasan didaerah sengketa (kampung Garotin, Lembang Mengkedek) ditandai dengan tiang-tiang beton. Antara penduduk Lembang Panggala dan Rongkong-Atas Seko (Onderafdeling Masamba) pernah ada sengketa perbatasan, dan yang jadi masalah di sana terutama perhatian untuk hak pengelolaan pohon damar. 

Suatu punggung gunung yang tidak disebutkan oleh kontrolir Seinstra tidak disebut, ditunjuk sebagai perbatasan wilayah damar antara Pangala dengan Rongkonan Atas dan Seko. Sengketa yang sudah berjalan bertahun-bertahun antara Mamasa (Rantetanga) dan Tana Toraja (Balla, Pali dan Bituang) telah diselesaikan secara mendasar. Juga disini permasalahan utamanya adalah pohon damar. Lembang Balla, Pali dan Bituang berdasarkan peraturan mengenai perbatasan hanya mempunyai sedikit pohon damar. 

Namun tidaklah benar untuk menetapkan hak-hak pengumpulan damar menurut batas-batas Onderafdeling. Batas onderafdeling sedapat mungkin mempunyai bersifat alami, sedangkan orang-orang Toraja dari dulu mengumpulkan damar di tempat-tempat mereka berdasarkan letak tempat-tempat tinggal mereka, dan karena sebab-sebab secara kebetulan memperoleh hak-hak mengumpulkan dengan menutup kemungkinan bagi kelompok- kelompok lain.

Suatu rancangan usulan yang diajukan oleh kontrolir Makale- Rantepao terakhir sebelum perang, yaitu W.F.M. Curtois mengenai peraturan perbatasanini, telah saya ajukan kembali dalam surat saya tertanggal 28/9-1947 No. 22536 dengan sedikit perubaha. Kemudian berdasarkan surat itu, Residen Sulawesi Selatan memutuskan bahwa batas-batas persil damar dari Rante Tanga dan Bala c.s. harus ditentukan berdasarkan peraturan.

Melalui surat tertanggal 20/31947 No. 244/6 saya usulkan kepada kontrolir Mamasa, agar jika perlu setelah permufakatan yang diadakan oleh kedua belah pihak dibawah pimpinan kami, untuk menjalankan peraturan ini.

Meskipun berulang kali diingatkan namun hingga kini tidak diterima berita mengenai hal ini. Hal ini cukup memerlukan perhatian.

Meskipun persetujuan sebelum perang menetapkan, bahwa hingga batas-batas hak pengumpulan ditetapkan, tak seorangpun boleh mengambil damar dari daerah sengketa, namun penduduk Rantetanga melakukan hal itu. Bahkan dilaporkan bahwa orang-orang ini berkali-kali mengumpulkan damar, termasuk dikompleks damar Balla, Pali dan Bituang secara bersama-sama, yang terletak di dalam batas-batas onderafdeeling Tana Toraja. 

Daerah itu sekarang juga diklaim oleh Rante Tanga. Untuk ini saya sudah langsung * memperingatkan Parenge dari Rantetanga. Jika perlu hak-hak distrik itu untuk batas-batas persil damar, jika diinginkan, dapat dikemukakan, pada pertemuan yang sudah disebut terlebih dahulu di atas.

Sejauh saya dapat memastikan, tuntutan baru Rante Tanga itu bersifat lemah. Urusan soal ini agak mendesak karena pada tahun-tahun yang lampau soal-soal semacam ini mengakibatkan perkelahian.

Ternyata perlu bagi lembang Nanggala untuk menetapkan batas antara Tana Toraja dan Luwu. Pendapat mengenai hal ini oleh pemerintahan daerah swapraja Tana Toraja sudah disampaikan kepada Ass. Residen Onderafdeling Luwu. Beliau memberi jawaban sementara dalam suratnya tertanggal 14 April ybl. No. 1554/6. 

Swapraja Luwu akan diberitahu mengenai hal ini. Berita selanjutnya dari kepala Afdeling diperoleh melalui surat kepala Afdeling tanggal 6 Juni yang baru lalu dengan no. 2301/6 dimana dianjurkan menetapkan perbatasan di sepanjang batas wilayah aliran sungai, sehingga memotong jalan besar di km 41 dari Palopo. 

Anjuran ini sekarang sedang dibicarakan di swapraja Tana Toraja. Diantara banyak lembang terdapat sejumlah besar sengketa tapal batas tersembunyi. ini didukung oleh dua hal: Masyarakat Tana Toraja pertama-tama genealogis, dan kedua mempunyai territorium tertentu untuk diri mereka.

Penetapan perbatasan dengan cermat baru dilakukan bila ada sengketa dan hanya untuk bahagian-bahagian yang diper- sengketakan. Juga peraturan perbatasan genealogis sebelum 1906 menjadi berantakan di banyak tempat karena tindak kekerasan.

Pemerintahan Belanda mengesahkan kondisi ini. Banyak kampung sekarang tidak tergolong dalam lembang dimana mereka seharusnya tergolong menurut hukum adat. Tidak dianjurkan untuk mengungkit masalah ini kecuali jika secara insidentil memang diperlukan.

Bersambung.... Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947 (4) - Arung Toraja (arungsejarah.com)

Sebelumnya.... Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947 (2) - Arung Toraja (arungsejarah.com)