Kunjungan Andi Jemma ke Toraja 1945
BEBERAPA hari setelah Konferensi Raja-Raja Se-Sulsel di Watampone dan Konferensi Pemuda Se-Sulsel di Sengkang, Datu Andi Jemma pun melakukan kunjungan ke beberapa daerah dalam wilayah Kedatuan Luwu.
Kunjungan ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan sikap Luwu tentang kemerdekaan dan juga mengatur kerjasama pertahanan di daerah perbatasan (lihat, Kerjasama Pertahanan di Perbatasan Luwu). Salah satu daerah yang dikunjungi Datu Luwu adalah Tana Toraja. Selain untuk mensosialisasikan sikap Luwu di daerah ini, juga untuk mengatasi insiden penolakan bendera Merah Putih (lihat, Penolakan Merah Putih di Toraja).
Perjalanan keliling di Toraja ini dilakukan tanggal 20 Oktober 1945. Dalam kunjungan ini, Datu juga membawa juru pidato kawakan, agitator yang sangat lihai dan ahli propaganda yang sangat berpengalaman, Martin Guli Daeng Mallimpo.
Selain itu, dalam rombongan itu turut pula utusan PRI yang sebenarnya ditugaskan ke Poso dan Kolaka, antara lain Andi Moh. Kasim, M. Sanusi Dg. Mattata dan M. Landau. Mereka belum berang-kat, sebab mobil dan motorboot yang akan mereka tumpangi sedang diperbaiki.
Di Toraja, Datu Luwu Andi Jemma mengadakan dua kali rapat umum yang dilakukan berturut-turut, yakni yang bertempat di pasar Rantepao dengan didahului pengibaran bendera Merah Putih dan yang dilakukan di sebuah gedung di Makale yang dihadiri oleh 32 Kepala Distrik yang ada dalam wilayah Onder Afdeeling Makale Rantepao serta dihadiri pula oleh pemuka masyarakat dari bermacam-macam golongan di Tana Toraja.
Pada rapat umum pertama, di hadapan ribuan rakyat Tana Toraja, Andi Jemma Datu Luwu mengucap-kan pidato yang menyatakan sikap tegas Luwu untuk mendukung kemerdekaan. Untuk itu Datu mengajak kepada seluruh Kepala Distrik, Parengnge-Parengnge, Tomakaka-Tomakaka (Kepala Kampung) dan ribuan rakyat Toraja untuk melakukan ikrar kesetiaan pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selesai rapat umum, diadakan pawai oleh Pemuda-Pemuda Pejuang bersama massa rakyat.
Pada kesempatan itu, Andi Jemma Datu Luwu meresmikan pengurus PRI Luwu Cabang Tana Toraja yang sekaligus melantik A.Y.K. Duma Andi Lolo sebagai Kepala Pemerintahan Wilayah Tana Toraja (lihat, PRI Tana Toraja).
Sementara dalam rapat kedua di Makale, M. Sanusi sebagai Kepala Penerangan dan Juru Bicara Pemuda Luwu, menguraikan tentang dasar-dasar kemerdekaan, tujuan dan langkah-langkah yang telah dan akan diambil oleh pemuda Luwu dalam mempertahankan kemerdekaan.
Selain itu, PRI juga menjelaskan tentang bantahan Pemerintah RI mengenai pamflet Belanda yang telah disebarkan melalui udara tersebut. Tak lupa juga dijelaskan tentang sikap dan pendirian Pemerintah Kedatuan Luwu yang diumumkan di Watampone. Dalam rapat tersebut, terlihat banyak yang pesimis untuk bisa mempertahankan kemerdekaan, apalagi jika melihat persenjataan Belanda yang jauh lebih kuat dari Indonesia.
Hal yang terpenting yang diungkapkan dalam rapat kedua tersebut yakni penjelasan mengenai bendera Merah Putih yang ditolak oleh rakyat, sebab dianggap bendera Muhammadiyah (lihat, Penolakan Merah Putih di Toraja).
Pada saat kujungan itu, M. Landau sempat melakukan perampasan senjata dan granat tangan dari tentara Jepang. Aksi M. Landau ini dibantu oleh pimpinan pemuda Tana Toraja, di antaranya Lamiri dan beberapa bekas Heiho, seperti Malik (berasal dari Sumatera). Dalam aksi tersebut, mereka berhasil merampas 7 peti granat tangan dan 5 pistol dari tangan Jepang.
Selain itu, terdapat pula sebuah persoalan yang menimpa Duma Andi Lolo. Dalam laporannya ia mengatakan bahwa ia akan mengalami kesulitan menjalankan tugas sebagai Kepala Pemerintah, sebab mobilnya tidak mempunyai ban. Sebelumnya, ia sudah beberapa kali minta ban pada orang Jepang, tapi tidak pernah diberikan. Ia bahkan hanya mendapat marah.
Urusan tersebut sebenarnya adalah bagian M. Landau. Namun karena ia tidak ada di saat itu, maka Sanusi bersama Duma Andi Lolo yang mendatangi Jepang yang menyimpan ban tersebut. Ban yang dibutuhkan pun diberikan kepada Andi Lolo, setelah orang Jepang tersebut diancam.
Usai melakukan kunjungan di Tana Toraja, Datu bersama rombo-ngannya kembali ke Palopo.