Pesta Kematian di Toraja dalam Catatan Belanda 1947 (4)
Ma'badong dan Tau-tau di Toraja |
ORANG-ORANG Jepang memotong periode politik pemerintahan kita (Belanda, penj.) berkenaan dengan adu ayam dan judi ini. Terutama dalam hal perjudian mereka dengan mudah memberikan ijin. Setelah mereka menyerah (menyatakan kapitulasi), mereka memberi kebebasan kepada seluruh wilayah untuk berjudi selama 2 hari.
Sekarang, pada saat dijalankan pemerintahan yang autokratis dan kuat, sama seperti yang dijalankan sebelum perang dan ini memang diperlukan, padahal nafsu berjudi dikalangan penduduk telah dibangkitkan, maka kadang-kadang dihadapi kesulitan secara taktis untuk menghadapi hal ini.
Sekalipun Tongkonan Adat masih tetap ketat dalam hal ini, namun arahnya terpaksa mengalami sedikit perubahan. Perjudian secara umum tetap dilarang.
Juga terhadap tekanan yang paling beratpun kita tidak mengalah (misalnya sesuai surat saya kepada Asisten Residen Luwu tertanggal 3 Juni 1947 No. 2722/2). Dugaan dari periode sebelum perang, bahwa adu ayam pada pesta kematian merupakan impor yang belum lama dari orang-orang Bugis, ternyata tidak benar.
Namun juga dengan demikian tidaklah mungkin untuk memberikan ijin pertahun, sejumlah rata-rata dari tiga tahun terakhir. Pada semua penerapan yang ketat dari peraturan-peraturan, jumlah ijin yang diberikan setiap tahun bergantung pada situasi dan kondisi. Juga disini kami diperdaya oleh motif sosial.
Berdasarkan Edaran No. 28 dari Gubernur Celebes dan Daerah Bawahannya tertanggal 5/2 1919 pada - pesta kematian Puang Tarongkong dilaksanakan delapan hari adu ayam (1935), sehingga Puang Sangalla' : La So'Rinding berpendapat bahwa untuk pesta kematian ibunya Puang Lai Sesa yang akan diadakan dalam waktu dekat ini, harus diberikan ijin dengan jumlah hari yang sama.
Orang tua kafir ini tidak mau mendengarkan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan, dan mendesak agar pembatasan oleh Edaran No. 221 tidak berlaku bagi mereka. Memang ia berhasil dalam hal ini, yang merupakan suatu perkecualian khusus, karena ia dan
ibunya berasal dari kalangan bangsawan tinggi. Pada tanggal 11 Juni yang lalu telah diputuskan oleh Residen, atas usulan Pembangun Adat dan dengan persetujuan Tongkonan Adat, bahwa untuk dikemudian hari tidak akan pernah lagi dibuat perkecualian.
Cara pesta kematian ini diselenggarakan telah dibahas secara panjang lebar di Memori Nobele (catatan Bapak Nobele). Apakah penelitian ini memenuhi persyaratan ilmiah, tidak saya ketahui. Metode penelitian yang ia lakukan, berdasarkan berita-berita yang saya dengar ditahun 1935-1936, membuat saya menyangsikannya. Misalnya bahwa ia hanya menyuruh para "pengenal adat" bercerita, belum memenuhi persyaratan ilmiah.
Orang harus datang sendiri meninjau dan melakukan pengamatan berulang kali. Hal itu dapat membuat makna dari berbagai hal yang detil tiba-tiba menjadi jelas. Pengetahuan umum mengenai ethnologi juga penting dalam hal ini, sebab jika tidak, paling banyak orang hanya mendapatkan sejumlah nama dan data tanpa penjelasan.
Orang juga tidak bisa sama sekali menggabungkan data penggambaran satu fase dari pesta kematian di suatu tempat dengan suatu fase yang lain di pesta kematian yang lain, sekalipun sama-sama berasal dari pesta kematian.
Namun demikian besar jasa Bapak Nobele ini untuk mengumpulkan data lapangan yang begitu banyak. Pesta-pesta kematian ini sangat bervariasi menurut daerahnya, dan dimana- mana sangat bergantung pada tingkatan sosial dan kekayaan dari yang meninggal dan keluarganya. Pesta kematian para
Puang memiliki ciri tersendiri, lagi pula disana sering diberikan nama yang berbeda untuk jenis kegiatan yang hampir sama. Dibagian Barat Laut daerah Toraja perkembangan upacara kematian tidak semaju ditempat-tempat lainnya.
Disana kelompok masyarakat dan adat mereka lebih muda.
Juga disini ada pembedaan antara pengkultusan untuk para deata yang upacaranya disebut qau'melo'. dengan upacara untuk orang yang meninggal serta nenek moyang (nene), yang disebut pau kadake.
Melakukan hal berkaitan dengan yang baik, yang benar, disebut pameloan. Melakukan hal berkaitan dengan yang salah, yang kurang baik, kurban untuk orang meninggai, disebut: oa'kairan (Dr. H. v.d. Veen).