Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pesta Kematian di Toraja dalam Catatan Belanda 1947 (5)

Pesta Kematian di Toraja dalam Catatan Belanda 1947, Catatan Belanda tentang Onderafdeeling Tana Toraja 1947, Memorie van Overgave (Naskah serah terima), Algemene Secretarie, Politiek Verslag, Jaarlijksch Verslag, Algemeen Verslag, Bijlagen Algemeen Verslag, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Makassar, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Luwu, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bima Bonthain, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Bone, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Parepare, Algemeen Verslag; Algemeen Verslag afd. Selayar, Brieven aan de Directeur's Lands Producten en Cievile Magazijnen, Kommissorial Bijlagen Algemeen Verslag, Administratie Algemen Verslag, Kultuur Verslag, Administratie Algemen Verslag, Administratie Algemen Verslag (bevolking), Algemeen Staat der Bevolking Verslag, Oorlog Celebes, Begrotingen Makassar, Tarief en Bapalingen op de inkomde/uitgaande regte te Makassar, Reglement gesticht Makassar, Besluiten van Makassar; Duplicaat aankomende brieven en bijlagen van hun hoodelheedens te Batavia, Secrete en aparte aankomende brieven en bijlagen; Makassar besluiten (buku), Besluiten Makassar en onderhoorigheden, Rantepao, Tana Toraja, Toraja, Toraja Utara,
Ma'badong dan Tau-tau (Tatau) di Toraja
TORAJA.ARUNGSEJARAH.COM -   Pesta Kematian di Toraja dalam Catatan Belanda 1947 (5).

JIKA UPACARA kematian ini bagi anak-anak yang belum ganti gigi, maka ada upacara tersendiri. Jika mereka anak Tomakaka (yang laki-laki berasal dari kalangan bangsawan masyarakat), maka hanya satu kerbau, babi, atau ayam yang dikurbankan, sedang untuk anak-anak kaunan (budak) hanya dipersembahkan telur saja. Sisa-sisa jenazah anak-anak tersebut akan ditanam di halaman dekat rumah atau ditempatkan dalam rongga pohon, yang biasanya adalah pohon kapok atau pohon beringin (antolong). Upacara penguburan seperti ini disebut: tomelavu.

Jika ada kematian, maka keluarga terdekat akan:

a. menangisi almarhum.

b. tidak makan nasi (maro') hingga jenazah dikuburkan.

c. tidak membawa korban kepada deata.

Pada awal ritual (aluk) jenazah dibaringkan dengan kepala menghadap ke selatan di dalam rumah, jandanya duduk di sebelah kanan jenazah, menghadap ke barat; ia tidak berpakaian, tidak boleh meninggalkan tempatnya ataupun makan makanan panas atau yang dimasak, serta hanya boleh minum air dingin yang tidak dimasak. 

Larangan ini baru boleh ditiadakan setelah pemakanan, tetapi jandanya tetap masih dianggap menikah dengan almarhum hingga pesta manene yang diadakan setelah panen padi (Juli atau Agustus).

Janda (duda) ini dalam periode tersebut berpakaian hitam-hitam (pakaian ini disebut Pasen), ia tak boleh berada jauh-jauh dari tempat tinggalnya, sementara di rumahnya tidak boleh ada persembahan yang diberikan kepada para deata.

Orang tidak boleh berhubungan badan dengan janda/duda ini, karena akan mendatangkan bencana. Kadang-kadang memang terjadi, terutama jika janda/duda yang ditinggalkan ini masih

muda, bahwa terjadi perzinahan di masa penantian ini. Dalam hal ini, maka penduduk kampung lainnya dengan kegaduhan besar datang ke rumah si pelanggar norma-norma dan menombak babinya ; orang menganggap ini sebagai kurban pendamaian.

Pesta manene dilakukan bagi orang-orang yang sudah meninggal lebih dari setahun.

Dalam acara ini makam-makam didinding karang dibuka, sementara setiap orang pergi menuju liang dimana keluarganya dimakamkan ; mereka yang sudah meninggal ditangisi sementara dipersembahkan sirih pinang, tembakau, buah- buahan dan sebagainya kepada mereka (dilarang mempersembahkan nasi). 

Orang memotong kerbau, babi, anjing serta ayam, dan telinga arau sayap hewan-hewan ini digantung didepan makam. Sisa-sisa jenazah dibungkus didalam kain yang baru dibawa. 

Pada pesta manene bagi mereka yang belum setahun meninggal (madoyo) dibuat sebuah pondok besar dari lapangan terbuka, jenazah diambil dari liangnya dan dibaringkan dipondok ini, seperti juga halnya bungkusan dengan sisa jenazah dari anggota keluarga lain dari yang sudah meninggal ini. 

Bungkusan-bungkusan ini dilapis ulang dengan kuat. Malam harinya dipotong babi, sementara mereka yang ditinggal mati sepanjang malam harus memeluk jenazah yang sudah terbungkus dari mantan suami atau istrinya, atau dengan perkataan lain orang harus berbuat seolah-olah yang sudah meninggal ini masih hidup.

Para pengunjung menyajikan tarian kematian dengan lagu (ma'badong) atau ma'dondi (dengan jenis lagu yang lain). Keesokan harinya dipotong kerbau-kerbau yang dagingnya kemudian dibagikan. Kemudian jenazahnya dikembalikan ke liang, dan perkawinan antara yang sudah meninggal dengan janda/dudanya dinyatakan dibatalkan. Dalam upacara ini sang ulama (teminaa) mengucapkan kata-kata berikut:

"Kini engkau dikembalikan ke liang lahat untuk tidur bersama kerabat anda, yang adalah nenek moyang anda. Temanilah janda/dudamu, agar ia dapat menikah, temanilah kemana ia pergi. Temanilah dia jika ia mengolah tanahnya atau memelihara ayam, anjing, babi atau kerbaunya. Bantulah ia dalam sehala hal yang ia cita-citakan agar meraih sukses. Bantulah ia dalam mengolah tanah, agar ia mendapatkan keuntungan dari bagiannya. Berkatilah ia dengan panjang umur dan dengan anak cucu, dan anda sendiri juga akan - mendapatkan anak cucu di akhirat".

Menurut H. Saba, Ampulembang Madandan, adat membedakan dua tipe utama pemakaman, yaitu dipatane dan dipeliang. Yang disebut terakhir inilah yang paling dikenal oleh orang luar. Menurut sumber diatas, ada dua jenis patane, yang pertama telah disebut oleh Dr. van der Veen dalam kamusnya: sebuah batu besar yang dilubangi dengan pahat, dan didalamnya dikuburkan orang-orang mati yang ternama (dimakamkan, v.L. = penulis); sebagai penutupnya dibuatlah rumah-rumahan yang berbentuk rumah Toraja (banua rapa', v.L. = pen), atau rumah berbentuk segi empat dengan atap berbentuk piramida (bentuk mesjid). 

Dalam rumah itu ditempatkan tatau, sebuah boneka kayu yang menggambarkan almarhum". Patane semacam ini dapat dilihat di kampung Tikala, tak jauh dari jalan raya. Banyak yang tersebar di wilayah ini. Apa yang tidak disebutkan oleh Dr. van der Veen adalah bahwa batu penutup dari lubang makam memiliki bentuk dari sebuah lesung.